Puisi – Perjamuan dalam Empat Sesi

perjamuan

Perjamuan dalam Empat Sesi

1. Perjamuan Waktu

di atas meja
rindu duduk bersisian dengan doa
setiap sendok membawa masa lalu
dan gelas menggemakan riuh tawa yang pudar

lampu gantung berpendar redup
menghias wajah-wajah yang menua
sementara waktu berbisik
“Kita hanya tamu dalam perjamuan ini.”

di sela gurih makanan
dan hangatnya secangkir teh
terdengar percakapan tanpa suara
tentang hidup yang terus berlari

namun malam ini
dalam perjamuan waktu
kita lupa akan perpisahan
dan memilih tinggal sejenak


2. Perjamuan Hujan

gemercik hujan di jendela kaca
mengundang kita dalam jamuan sunyi
udara dingin membawa aroma tanah basah
seolah menyuguhkan cerita-cerita lama

hidangan hujan tersaji hangat
diiringi nyanyian rintik yang lirih
tangan kita bertemu di sela napas
mencicip kenangan yang tak pernah basi

di luar sana, dunia tetap basah
tapi di sini kita mengeringkan duka
hujan menjadi tuan rumah
yang menyembunyikan air mata

dan kita tahu
bahkan dalam badai yang deras
ada ruang kecil untuk perjamuan hangat
di mana hati menemukan pulang


3. Perjamuan Senja

senja menyajikan warna
di piring langit yang retak
jingga, merah, ungu
mengundang kita untuk duduk bersama

di tepi hari yang hampir habis
angin membisikkan salam
matahari tersenyum lelah
namun tetap menari dalam cahaya terakhirnya

kita berbincang dengan bayang-bayang
membiarkan malam menjadi pelayan
menyuguhkan bintang sebagai lampu
dan keheningan sebagai musik latar

ah, senja
perjamuanmu terlalu cepat usai
tapi selalu meninggalkan rasa
yang ingin kujamah sekali lagi


4. Perjamuan Akhir

di meja panjang tanpa ujung
kehidupan duduk dengan kematian
bersulang anggur keberanian
dan roti yang retak di tangan getir

setiap tamu membawa cerita
cinta yang hilang dan perang yang tak usai
janji yang patah dan harapan yang runtuh
semua terhidang tanpa pilih kasih

di sudut ruangan
doa bertukar pandang dengan keheningan
sementara lilin membakar dirinya sendiri
seperti waktu yang menunggu kesudahan

tak ada tangis di sini
hanya senyum yang penuh penerimaan
perjamuan akhir ini tak perlu kata
hanya keberanian yang dibungkus pamit


Ilustrasi: The bingo (Eugene de Blaas), dari WikiArt.org.

Baca juga:


 

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *