Lirik
Makna Lagu “That’s So True” – Gracie Abrams:
Ketika Luka, Cemburu, dan Sarkasme Jadi Satu Cerita Patah Hati
Saat mendengar lagu “That’s So True” dari Gracie Abrams untuk pertama kali, ada sensasi yang sulit dijelaskan: campuran getir, geli, dan jujur. Lagu ini bukan sekadar curhatan pasca-putus, tapi lebih seperti potret mentah dari seseorang yang belum selesai dengan rasa sakitnya, tetapi juga terlalu pintar untuk berpura-pura baik-baik saja.
Lagu ini menjadi bagian dari deluxe version album The Secret of Us, dan secara mengejutkan langsung mencuri perhatian karena liriknya yang sarkastik namun jujur, musiknya yang sederhana tapi emosional, serta interpretasi Gracie yang khas—tenang, namun menyimpan amarah kecil di baliknya.
Cinta yang Sudah Mati, Tapi Masih Hidup di Kepala
“Think about your dumb face all the time / Living in your glass house, I’m outside.”
Dari awal lagu, Gracie sudah membangun dunia: seseorang yang sudah tak lagi bersama, tapi pikirannya masih terkunci pada orang itu. Ia tak lagi jadi bagian dari cerita sang mantan, tetapi perasaan itu masih hidup. Cemburu, amarah, dan nostalgia jadi satu.
Yang membuat lirik ini relatable adalah kejujurannya. Siapa di antara kita yang benar-benar bisa langsung melupakan seseorang? Seringkali, justru setelah putus, kita jadi penonton dari kebahagiaan mereka yang baru dan itu menyakitkan.
Dilema Emosi: Antara Suka, Kesal, dan Minder
Bagian paling viral dari lagu ini mungkin terletak di lirik ini:
“What’d she do to get you off? / I bet she’s someone who paints / I bet she’s cool and she’s smart / And she’s perfect / I think I like her… wait, I think I hate her. I’m not that evolved.”
Inilah bentuk kejujuran paling mentah dalam sebuah lagu pop: mengakui kalau kita insecure pada pasangan baru mantan. Bahkan ketika kita tahu kita “seharusnya” tidak membenci orang yang tidak bersalah itu, tetap saja… kita tidak bisa sepenuhnya dewasa.
Gracie tidak menulis ini dari tempat marah semata. Ia menulisnya dari ruang rapuh, tempat di mana seseorang memproyeksikan luka hatinya ke siapa saja yang terlihat “lebih baik” atau “lebih dicintai” oleh orang yang meninggalkannya. Dan dengan menyelipkan sedikit humor dalam pengakuan itu, ia menyampaikan satu pesan: “Aku masih berantakan, tapi aku cukup sadar untuk menertawakannya.”
Menertawakan Luka, Sebagai Bentuk Bertahan
“You were so mean, I think you killed me / I’m still hot though / That’s so true.”
Lagu ini disebut Gracie sebagai lagu “coping mechanism” dengan sentuhan dark humor. Ia menyisipkan lirik yang membuat kita tertawa pahit. “Aku tahu kamu menyakitiku, mungkin sampai aku mati secara emosional… tapi aku masih hot, kok.” Itu semacam pembelaan diri, semacam mantra agar dirinya sendiri tetap kuat—meskipun sebenarnya belum benar-benar pulih.
Dalam wawancaranya, Gracie bahkan mengungkap bahwa lagu ini ditulis dalam kondisi setengah mabuk bersama temannya Audrey Hobert. Mereka menulis tanpa filter, membiarkan semua kekesalan, keraguan diri, dan keinginan untuk mengolok-olok mantan tercurah tanpa sensor. Bahkan, ada versi lagu yang lebih vulgar yang akhirnya tidak dirilis karena terlalu “brutal”.
Dari Meme LeBron hingga Soundtrack Healing Zaman Sekarang
“Smiling through it all… that’s my life.”
Lirik ini ternyata berasal dari meme LeBron James—yang sedang tersenyum meski terlihat sangat stres. Gracie dan Audrey melihat meme itu, dan merasa: “This is so us.” Maka lahirlah baris tersebut, dan menjadi chorus lagu yang kini viral di TikTok.
Meme itu jadi lambang dari generasi yang mencoba terlihat tegar, padahal sedang hancur. Yang masih suka stalking mantan tapi pura-pura enggak peduli. Yang pakai caption self-love padahal baru nangis semalaman. Lagu ini adalah suara mereka.
Lagu yang Tidak Menyembuhkan, Tapi Menemani
“That’s So True” bukan lagu penyembuh. Ia tidak menyuruhmu untuk bangkit, move on, atau menjadi versi terbaik dari dirimu. Justru sebaliknya, lagu ini berkata:
“Kalau kamu masih marah, masih cemburu, masih belum ikhlas—itu juga manusiawi.”
Dan dalam dunia yang menuntut kita untuk selalu cepat pulih dan berpura-pura kuat, lagu ini menjadi ruang yang nyaman untuk sekadar… merasakan luka.
Karena kadang, hal yang paling menyembuhkan adalah mengetahui bahwa kamu tidak sendirian dalam rasa itu.
Penutup
Lagu ini menjadi pengingat bahwa musik tidak harus selalu anggun atau penuh solusi. Kadang, musik yang paling menyentuh adalah yang paling jujur, meskipun agak kacau. Dan “That’s So True” adalah bentuk kejujuran itu: berantakan, tajam, dan apa adanya.
Untuk kamu yang sedang patah hati, insecure, atau hanya ingin menertawakan kebodohan masa lalu, lagu ini mungkin bisa jadi soundtrack hidupmu.
Dan ya, itu sangat benar. That’s so true.
Baca juga: